analisis ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI DAN ETIKA PENDIDIKAN



Dalam proses diskusi terbuka dengan mengambil tema epistemologi, ontologi dan etika pendidikan ada beberapa pertanyaan yang menjadi kajian diskusi. Salah satu pertanyaan yang  menurut saya esensial untuk direspon adalah seputar kebenaran subjektif dimana salah satu peserta pesimis terhadap kemajuan peradaban khususnya dalam dunia pendidikan. Secara struktur pertanyaan ini memasuki kajian epistemologi sebab mencari kebenaran pada dasarnya menggunakan berbagai pendekatan keilmuan baik secara empiris,rasional,idea, scriptural dan pendekatan yang lain.
Berkaitan dengan proses diskusi dengan kesimpulan awal bahwa kebenaran subyektif adalah milik manusia sebagai mahluk yang serba kekurangan yang dengan potensi akalnya manusia secara natural mencari kebenaran universal. Kesimpulan tersebut menurut saya sudah menempati proposisi jawaban yang ideal sebab kebenaran subyektik khususnya pendidikan mesti dicari kesempurnaannya.
Namun proses mencari kebenaran dari persepsi universal sangat sulit sebab akan menimbulkan berbagai wacana baru yang bisa jadi keluar dari tema yang dibahas, yang semestinya pokok permasalahannya difokuskan pada pendidikan. Berkaitan dengan pendidikan sebagai sentral permasalahan kajian filsafat, saya mencoba menghubungkannya dengan pendekatan dialektika hegel, dimana kebenaran subyektif (benar menurut egoisme sendiri) di konflikkan dengan kebenaran subyektif lainnya. Secara sederhana bisa diambil contoh seorang yang memiliki kecenderungan ego pengetahuan akan memiliki persepsi kebenarannya sendiri namun jika dikritik oleh ego pengetahuan yang lain maka akan terjadi konflik persepsi dan akan menghasilkan pengetahuan baru (sintesa) yang tentunya  membutuhkan pendekatan penelitian untuk menguji kebenarannya. Jika tidak ada dialektika maka kecenderungan peradaban pengetahuan akan berjalan ditempat dan ini bisa berdampak sistemik pada kondisi sosial dan ekonomi dimana penguasa menindas yang lemah.
Karena tema yang dibahas adalah pendidikan, maka perlu adanya keharmonisan antara manajemen pendidikan khususnya di sekolah dengan pertanyaan diatas. Maka saya mencoba merumuskan sistem pendidikan khususnya kurikulum memberikan ruang anak untuk bisa berfikir kritis terhadap situasi dan kondisi yang ada. Dengan mendidik mental anak untuk berfikir kritis maka anak secara berkesinambungan bisa saja menemukan inovasi baru terhadap peradaban kemanusiaan yang tentunya dikaitkan juga dengan pendidikan etika sehingga kehidupan bisa berjalan harmonis.
Sebenarnya ada kekhawatiran penulis berkaitan dengan paradigma pendidikan di Indonesia yang cenderung sekuler. Indonesia sebagai negara berkembang bisa saja dijadikan ladang oleh pihak asing untuk membaratkan Indonesia atau menjadikan manusia Indonesia berketuhanan yahudi dengan pendekatan hegemoni media. Salah satu fakta empiris dengan permasalahan ini. adanya buku pendidikan pacaran untuk sekolah menengah. Kita juga bisa cermati prodak-produk buku yang muatan materinya bersifat sentralistik dan juga yang paling menyedihkan sarana internet dengan sistem protocol yang lemah untuk negara Indonesia.
Salah satu alternatif yang bisa digunakan untuk menyaring hegemoni tersebut adalah dengan menanamkan nilai etika terhadap seluruh komponen pendidikan baik materi ajar, sistem pengajaran, subyek dan objek pengajaran dan sebagainya. Sehingga manusia tidak lagi terjebak dengan kebeneran subyektif dan bisa menghasilkan inovasi baru yang bermanfaat bagi peradaban manusia sekaligus bersahabat dengan alam sekitar.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "analisis ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI DAN ETIKA PENDIDIKAN"

Post a Comment